Sabtu, 15 Desember 2012

Gowes di NuRA + TW 5

Senin malam saya dikejutkan oleh bunyi di Blackberry saya, setelah di lihat, ternyata ada message dari akhi (bahasa arab=saudara) Joko, yang mengajak gowes hari sabtu pada minggu yang sama ke trek NuRA (Rindu Alam) bersama dengan beberapa temannya.

Tanpa menunggu lama, langsung saya iyakan, ini kesempatan yang bagus sembari saya mau test drive sepeda ter-gress saya – Adrenaline AM 3.0, ujar saya dalam hati dengan senangnya.

Hari yang ditunggu tiba, sabtu pukul 06.00 pagi kita ketemuan di SPBU Ciawi dan kemudian beriringan sampai ke restoran sate *maaf saya lupa namanya*, parkir disana sekalian loading sepeda ke mobil angkot yang sudah menunggu.

Angkot langsung menuju warung mang Ade, langsung kami menyantap sarapan nasi goreng terlebih dahulu. Modal bahan bakar gowes.. hehehe, total ada 4 orang yang ikut gowes, saya, akhi Joko, Pak Hamzah dan Pak Iwan.

Selesai sarapan, lansung kita naik angkot kembali menuju titik start gowes di NuRA, unloading, briefing dan berdoa bersama semoga aktifitas gowes ini aman dan dilindungi oleh Allah SWT, amin.

First Stage – NuRA 
Selesai berdoa, segera kita ke posisi start, langsung menghadang di hadapan kami turunan tajam, asyik kata saya. Sepeda melaju dengan cepatnya.. namun kesenangan itu tidak lama. Sekitar 10 menit berselang, tanjakan didepan sudah menghadang, shifting gear biar bisa nanjak.. kata pribahasa Jawa, pelan-pelan asal klakon.. hehehehe.

Perjalanan dilanjutkan hingga perkebunan teh Gunung Mas, dimana mobil pick up sudah menunggu untuk mengangkut kami menuju TW 5.

Pak Iwan, Pak Hamzah, Saya

Saya, Pak Hamzah, Akhi Joko

Akhi Joko, Saya

Second Stage – TW 5
Sesampainya di TW 5, turunan-turunan yang cukup ekstrim telah menanti kita, dari atas TW 5, kita bisa melihat goweser meliuk-liuk di turunan hingga menghilang di balik rimbunnya pepohonan. Turunan TW 5, sangat menggelorakan adrenalin saya, ngeper juga euy, samping kiri jurang, samping kanan tebing. Treknya kecil pula. Hadeeeeehhh.. but it was fun.. really fun.. :) kalau sudah begini, hilang beban stress selama berminggu-minggu dalam rutinitas pekerjaan.

Pak Iwan, Akhi Joko

Pak Hamzah, Akhi Joko, Saya

Keluar dari TW 5,  kita lanjut gowes aspal menuju restoran tempat kita parkir tadi pagi. Sesampainya disana, langsung mandi dan makan sate kambing.. ajibbbb….

Narsis dulu dengan Adrenaline AM 3.0 - ajibbb

Jumat, 30 November 2012

Pantang menyerah meski sudah tua

Ibu penjual rempeyek
Tertegun mata ku ketika melihat seorang ibu tua penjual rempeyek, duduk tepat disamping ku di sebuah gerobak bubur ayam, hari itu hari minggu, ketika saya ingin membeli semangkok bubur ayam, karena lapar, habis gowes sepeda dengan teman-teman.

“Rempeyeknya berapaan bu?” kata saya membuka pembicaraan
“Rempeyeknya satu plastik 3 ribu, neng..” jawab si ibu tua dengan suaranya yang parau (red. biasanya beberapa daerah di Jakarta, pemakaian kata "neng", suka di pergunakan oleh orang tua sebagai sapaan pengganti kata anak, mas, atau seperti kata tole di Jawa).
Saya mengira melihat posisi badan agak terbungkuk dan juga dari suaranya sekitar usia 60 tahunan.

“oo.. saya ambil satu yah bu…” ujar saya , sambil mengambil satu bungkus rempeyek dari tentengan nya di tanah. Saya melihat tidak begitu banyak rempeyek. Penasaran, saya lantas bertanya kepada ibu itu…

“Biasanya berapa bungkus ibu bawa rempeyek, bu? “ kata saya
“Cuman bawa paling banyak 10 bungkus neng, karena ibu juga tidak bisa masak banyak-banyak..” jawab si ibu

Subhanallah, hanya buat 10 bungkus, dikalikan 3 ribu berarti si ibu “hanya” mengumpulkan sehari itu 30 ribu saja. Kalau dihitung lagi, setelah potong minyak tanah, kacang, tepung dll, mungkin bersihnya hanya 10 ribu rupiah saja.

Sambil makan bubur ayam, iseng-iseng saya ajak ngobrol si Ibu, yang kemudian bercerita kalau tinggal di Jakarta ini seorang diri, suaminya tinggal di kampung, menjadi petani. Hasil jualan rempeyek nya di kumpulkan sedikit demi sedikit untuk biaya hidup si Ibu itu di Jakarta dan dikirimkan kepada suaminya. Sedangkan anak-anak si ibu itu sudah menikah semua.
Selesai makan bubur, semua rempeyek yang ada, kami beli semua dan dibagikan kepada teman-teman lain yang ikutan gowes.




Ibu penjual makanan kecil di SPBU dekat terminal bis Bantul
Perjalanan mudik ke Surabaya, lebaran kali ini benar-benar sangat melelahkan, jalanan sangat padat diisi oleh banyak sekali pengendara motor.
Jalur pulang arah selatan yang biasanya juga agak lenggang, kali ini macet amat sangat..
Hari beranjak sore, dan kami masuk daerah kota Bantul, kebetulan saat itu masuk waktu maghrib, saya putuskan untuk istirahat sebentar di SPBU terdekat, sekalian sholat, isi bensin sekalian meregangkan kaki dan badan.

Ketika saya menuju musholla yang terletak di belakang SPBU, saya melewati seorang ibu penjual jajanan makanan, sekilas saya lihat ibu ini sudah berusia sekitar 70 tahun, namun kelihatan masih sehat berjualan saja. Yang dijual juga cukup banyak sekali macam ragamnya..
Saya nanti mampir deh, ujar saya dalam hati.. tak lama kemudian setelah habis sholat, saya segera menuju tempat dagangan ibu itu. Sambil jongkok, saya lihat di bakul dagangannya ada pisang rebus, kacang, gorengan, dan penganan kecil khas jawa lainnya.
Saya langsung ambil kacang dan iseng mengajak ngobrol si ibu tersebut.

Panjang lebar, ngalor ngidul, ngobrol sambil berusaha mengerti penggalan kata berbahasa jawa, saya jadi tahu kalau si ibu ini sudah jualan jajanan makanan ini selama lebih dari 30 tahun, biasanya mengantongi omset jualan kurang lebih 50 ribu sehari. Namun, dipotong ongkos becak pulang pergi 20 ribu, sehingga bersih 30 ribu, belum di potong bahan baku nya seperti pisang, kacang, minyak goreng dan lain lain. Tidak terbayang berapa penghasilan bersihnya dari berjualan jajanan ini. Selain itu, Ibu ini juga sudah tinggal sendiri dirumah, anak-anaknya juga sudah berkeluarga dan menjadi petani.

Setelah selesai ngobrol, saya menanyakan berapa semua yang kami makan, kebetulan selain saya, istri, adik, orang tua juga jadi jajan disitu, si Ibu kami kasih lebih, namun Masya Allah, si Ibu berusaha untuk tidak menerima pemberiaan tersebut dengan cuma-cuma, Si Ibu bahkan meminta kami untuk mengambil lagi penganan yang ada, namun kami tolak dengan halus seraya merayu supaya si Ibu menerima pemberiaan kami.
Akhirnya si Ibu mau juga menerima dengan cuma-cuma, dan juga menyempatkan untuk mendoakan berbagai kebaikan untuk kami sekeluarga.. Amiin.. Subhannallah



Moral of Story
Sekarang ini banyak sekali, anak muda yang sedikit-sedikit mengeluh, pekerjaan nya susah lah, ribet lah, capek lah, males lah, uang nya kecil lah dan sejuta alasan lainnya, sebagian lagi terlihat ada yang mengemis bahkan tidak sedikit yang datang ke dukun/orang pintar, untuk dapat secara instan mendapatkan hasil yang besar. namun ibu penjual rempeyek dan ibu penjual makanan di Bantul, mengajarkan kita dengan amat sangat dalam, apabila ada keinginan dan kesabaran, semua hambatan bisa diatasi, terlebih adalah bersyukur apa yang sudah didapat...tidak ada yang tidak bisa!