Jumat, 11 Januari 2013

Entrepreneurship Employee



Entrepreneur muncul sebagai salah satu kosa kata yang mulai populer di dalam Bahasa Inggris, sekitar tahun 1852, di saat para pemilik modal dan para pelaku ekonomi di Eropa sedang berjuang keras menemukan berbagai usaha baru, baik sistem produksi baru, pasar baru, maupun sumber daya baru untuk mengatasi kejenuhan berbagai usaha yang telah ada.

Definisi ini kemudian berkembang sebagaimana yang dipaparkan oleh para ahli sebagai berikut:

Peter Drucker, Ability to create the new and different.
Andrew J Dubrin, Entrepreneurship is a person who founds and operates an innovative business.
Robbin & Coulter, Entrepreneurship is the process whereby an individual or a group of individuals uses organized efforts and means to pursue opportunities to create value and grow by fulfilling wants and need through innovation and uniqueness, no matter what resources are currently controlled.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa entrepreneurship employee adalah seorang karyawan (employee) yang memiliki mindset entrepreneur dimana karyawan tersebut dapat menciptakan peluang, kreatif dan inovatif dalam  menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh peluang dengan berbagai resiko yang mungkin di hadapinya.

Segelintir karyawan mungkin mempunyai etos kerja seperti ini, namun sebagian besar karyawan lebih banyak senang berada pada zona nyaman (comfort zone), dimana karyawan “hanya” akan bertindak sesuai dengan fasilitas yang disediakan dan memilih melakukan sesuatu dengan resiko yang paling minimal.

Karyawan yang sudah mempunyai mindset entrepreneur akan menjadi aset yang berharga bagi perusahaan untuk menghadapi persaingan bisnis yang ketat dan lingkungan bisnis yang cepat berubah saat ini.

Lalu, bagaimana menemukan talenta entrepreneur dalam diri karyawan atau pada saat memilih calon karyawan? Memang tidak mudah, karena semangat entrepreneurship lahir dari dalam diri masing-masing individu, walau sebenarnya semangat kreatif atau inovatif bisa ditumbuhkan dengan dilatih, namun tetap bahwa harus ada kemauan dari dalam diri karyawan.

Apabila semangat entrepreneurship telah dapat lahir dan berkembang dalam diri karyawan, tetap harus didukung oleh lingkungan perusahaan yang kondusif. Bila karyawan harus kreatif dan inovatif, maka budaya perusahaan juga harus mendukung. Bisa dibayangkan ketika seorang karyawan ingin berkembang dengan ide-ide kreatifnya, sementara perusahaan tetap bertahan dengan aturan dan SOP yang justru membelengu, tentu tidak akan mencapai hasil yang diinginkan.

Budaya perusahaan harus sejalan dengan semangat entrepreneurship supaya tidak mengalami kegagalan saat semangat entrepreneur tersebut berkembang di lingkungan perusahaan.
Para pemimpin perusahaan harus lebih dulu dimunculkan spirit entrepreneurshipnya, setelah itu, spirit yang sama harus menyentuh semua bagian dari perusahaan tersebut.

Baik perusahaan besar atau perusahaan kecil spirit entrepreneurship bisa di muncul kapan saja, asal perusahaan tersebut membudayakan juga spirit entrepreneurship. Karyawan akan tumbuh dan berkembang seiring sejalan dengan perusahaan. Karena apabila semangat tersebut muncul hanya dari salah satu pihak saja, maka kerap kali akan muncul konflik antara karyawan dan manajemen perusahaan, dimana penilaian tersebut bisa saja seperti tidak kooperatif, lamban atau anti perusahaan.

Apabila konflik seperti ini muncul, maka tugas perusahaan untuk bisa mengaturnya, karena apabila perusahaan dapat melakukan manajemen konflik dengan baik, maka akan menghasilkan hasil yang positif bagi karyawan juga untuk perusahaan.

Perlu juga ditanamkan sikap kompetisi, bukan antar karyawan atau divisi lain, namun dengan perusahaan sejenis atau produk sejenis. Justru antar divisi harus bisa bersama-sama menghasilkan sesuatu yang baik supaya hasilnya adalah produk-produk dengan kualitas yang baik, dan tetap, berbiaya murah.