Customer Bonding terjadi setiap kali prospek pelanggan berinteraksi dengan sebuah produk, servis, perusahaan, atau sejumlah komponen dari program perusahaan, atau sejumlah komponen dari program pemasaran. Setiap kontak merupakan peluang untuk memahami pelanggan lebih jauh dan untuk memperkuat ikatan dengan mereka. Maka dari itu, pemasar harus memastikan setiap unsur dalam strategi marketingnya dengan upaya membangun dan memelihara ikatan dengan konsumen.
Richard Cross dan Janet Smith dalam Customer Bonding: Pasting to Customer Loyalty (NTC Publishing Group, 1995) mengatakan bahwa ikatan tersebut menjamin kita mendapatkan konsumen dan kemudian membuat mereka sebagai “pejuang” terhadap produk kita. Akan tetapi, customer bonding ini tidak bisa tercipta secara instan. Sehubungan dengan itu, ada 5 tahap “bonding” yang harus dilalui pelanggan, dimana setiap tahap lebih kuat dari tahap sebelumnya. Kelima tahap itu adalah: awareness, indentity, relationship, community dan advocacy.
Awareness Bonding merupakan langkah pertama. Belum ada ikatan dengan produk, tetapi produk sudah dikenal oleh konsumen. Tahap ini merupakan hubungan yang terlemah karena tidak interaktif dan sangat bergantung pada persepsi pelanggan. Perusahaan berusaha menangkap perhatian mereka (“share of mind”) lewat berbagai variasi iklan di media massa dengan metode image advertising, tanpa memahami dengan jelas siapa mereka.
Selanjutnya adalah Identity Bonding dimana sudah ada “share of heart”. Ini bisa dilakukan perusahaan melalui komunikasi pemasaran serta kegiatan PR yang menciptakan value dan menggugah emosi. Pelanggan mengidentifikasi produk tersebut sebagai pemenuhan atas kebutuhan personalnya, seperti status dan kepemilikan. Contoh yang paling dekat, bicaralah pada seorang pemilik mobil mewah. Umumnya, ia akan berceloteh panjang lebar tentang kehebatan mobilnya.
Sejauh ini, proses ikatan tersebut masih bersifat komunikasi dua arah. Masih bersifat monolog. Hanya perusahaan yang berbicara dengan kepada prospek dan pelanggan, tidak ada umpan balik. Lantaran informasi yang didapat minim, hubungannya pun lemah dan pelanggan bisa digoyang dengan mudah.
Tapi pada tahap berikutnya, Relationship Bonding, mulai terjadi dialog. Dengan menawarkan satu atau lebih intangible benefit (berupa informasi atau penghargaan) dan tangible rewards (diskon, extra product, kredit untuk pembelian berikutnya, dan lain-lain), serta dengan menggunakan database informasi tentang pelanggan (misalnya: minat, kebutuhan, dan gaya hidup mereka), perusahaan bisa menciptakan dialog yang berkelanjutan dan memulai suatu hubungan jangka panjang. Dalam proses yang bersifat “exchange of benefit” ini, database yang baik dan akurat memainkan peran yang penting. Sebab, program interaktif sperti loyalty rewards dan membership club amat membutuhkan data pelanggan.
Begitu tercipta ikatan antara pelanggan dan produk, tahap selanjutnya adalah Community Bonding, yaitu mendorong mereka untuk berbagi pengalaman dengan yang lain. Pelanggan bukan hanya punya ikatan batin dengan perusahaan atau produk, tapi juga dengan pelanggan lainnya (“sharing experience”).
Cross dan Smith mengatakan, sekali pelanggan mengidentifikasi dirinya sebagai orang yang antusias terhadap produk, maka hanya butuh beberapa langkah pendek untuk sampai ke tahap terakhir, Advocacy Bonding. Dalam tahap ini, pelanggan sudah menjadi “advocate” yang penuh pengabdian. Dengan senang hati mereka memperjuangkan produk tersebut atau menjadi salesman yang tidak dibayar perusahaan.
Tabel Costumer Bonding
Tidak ada komentar:
Posting Komentar